Menghilangkan Trauma Persepsi

motivasiTeringat tentang sebuah kisah seekor gajah yang terbelenggu persepsinya. Alkisah ada seekor gajah yang ditangkap hidup-hidup saat masih kecil dan liar. Oleh sang pawang, gajah itu dirantai kakinya begitu kuat. Hingga seberapa keras pun gajah kecil itu mencoba berontak, tetap saja ia tak bisa lepas dari jeratan rantai. Tatkala hari berganti minggu gajah kecil itu masih belum menunjukan tanda menyerah untuk terus berontak dan mencoba lepas. Hanya saja kualitas kerja keras dan usaha sang gajah makin hari makin redup. Hingga akhirnya ia berhenti sama sekali dan pasrah bahwa ia tak akan pernah bisa lepas dari jeratan rantai yang membelenggunya. Bahkan beberapa tahun sesudahnya ketika sang gajah itu telah menjadi gajah yang dewasa dengan tubuh yang besar dan tenaga raksasa, ia tidak pernah lagi berontak melepaskan diri dari jeratan rantai. Padahal dengan tubuh dan tenaganya yang besar sekarang, sekali hentakan saja pasti ia bisa melepaskan diri.

Dari cerita di atas, dikatakan bahwa gajah itu mengalami trauma persepsi hingga pikirannya terkunci. Kegagalan melepaskan diri dari jeratan rantai saat ia masih kecil telah meningalkan trauma pada persepsinya, sehingga pikirannya tetap terkunci selamanya.

Adapun kita – manusia – sama halnya dengan cerita sang gajah seringkali mengalami hal yang sama, trauma persepsi. Kegagalan di masa lalu atau kebiasaan di masa lalu yang secara tidak sadar telah membekas di alam bawah sadar kita seringkali menjadi penghambat kita untuk melejitkan diri, mengoptimalkan potensi yang kita punya untuk menjadi luar biasa. Contoh sederhananya lihatlah kebanyakan masyarakat Indonesia sekarang. Efek traumatis akibat dijajah selama 3,5 abad lamanya oleh Jepang dan Belanda telah banyak membekas di pikiran dan kebiasaan bangsa kita saat ini. Lihatlah sekarang, mental mayoritas bangsa kita adalah mental pekerja. Saat lowongan pekerjaan dibuka, beramai-ramai kita memperebutkannya. Sogok sana sogok sini demi mendapatkan pekerjaan. Permintaan terhadap pendidikan SD hingga PT pun laku keras alih-alih karena butuh pendidikan malah butuh ijazah. Pekerjaan apa sih yang bisa didapat tanpa selembar ijazah? Mental seperti ini terbentuk secara tidak sadar saat kita dijajah. Saat kita pribumi dijadikan jongos pekerja rodi oleh penjajah Belanda dan Jepang. Padahal dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang sama-sama melimpah, harusnya negara kita mampu bersanding dengan negara-negara maju lainnya di pentas dunia.

Dalam sebuah buku karya Ust Hilmi Aminudin, ada tujuh trauma persepsi yang menghinggapi manusia.

Pertama, trauma persepsi karena kalah bertarung. Kekalahan pertarungan dalam bidang apapun – ekonomi, politik, sosial, budaya – di masa lalu seringkali berbekas hingga masa sekarang. Ketakutan akan kekalahan yang sama terulang akhirnya menjadikan kita lemah, pendek harapan dan tidak semangat. Padahal bisa jadi kondisi sekarang jauh berbeda dengan kondisi dahulu. Bisa jadi justru kondisi kita sekarang lebih kuat dan lebih baik dibanding kondisi kita dulu. Allah swt sendiri menjanjikan kemenangan bagi kaum muslim dengan syarat bahwa perjuangan kita tidak melenceng dari apa yang Allah tentukan kemudian kita berikhtiar sekuat kemampuan kita dan menjaga kondisi ruhiyah agar selalu berada di puncak.

Kedua, trauma persepsi bahwa kita adalah objek. Kondisi masa lalu saat kita terjepit dan menjadi objek bulan-bulanan seringkali terus membekas hingga kini. Sehingga kita senantiasa merasa takut, was-was seakan-akan kita adalah pihak yang jadi objek, pihak yang ditekan dan ditindas.

Ketiga, trauma persepsi bahwa kita mundur dan terbelakang. Pergesekan dengan budaya dan ideologi asing seringkali membuat kita kehilangan percaya diri. Seakan-akan budaya kita, ideologi kita jauh terbelakang dibanding budaya dan ideologi asing yang masuk. Bisa kita lihat sekarang, begitu banyak saudara-saudara kita yang menerima mentah-mentah penetrasi budaya dan ideologi asing seperti sekulerisme dan liberalisme dan menganggap seakan-akan budaya dan ideologi ‘ketimuran’ sudah kolot dan tidak cocok lagi. Padahal belum tentu yang asing dan baru itu lebih bagus dibanding yang lama. Allah swt sudah menggariskan bahwa satu-satunya din (sistem kehidupan) yang paling sempurna dan jelas diridhoi oleh Allah adalah Islam. Islam-lah solusi segala permasalahan manusia kapanpun, dimanapun dan pada saat yang bagaimanapun. Sementara sistem ideologi sekuler-liberal yang nyata-nyata ciptaan manusia jelas menyebabkan ketimpangan. Cepat atau lambat ideologi sekuler-liberal akan hancur digusur oleh ideologi Islam yang gilang-gemilang dipenuhi cahaya kebarokahan.

Keempat, trauma persepsi akibat pikiran negatif. Lintasan-lintasan pikiran negatif memang sulit sekali dihilangkan dan ia senantiasa ada. Oleh karena itu, Allah mengajarkan kita agar senantiasa berbaik sangka (husnudzhon) dan mengembalikannya kepada Allah. Baik dan buruk menurut kita belum tentu sama dengan baik dan buruk menurut Allah. Yang pasti apapun yang diberikan Allah sesungguhnya adalah yang terbaik untuk kita. Apapun itu, keberuntungan maupun kesialan pasti menyimpan hikmah yang sangat bermanfaat bagi kita. Dengan berbaik sangka, Allah mengajarkan agar kita senantiasa berfikiran positif. Dan berfikiran positif ini sangat penting. Ingat apa yang dikatakan dalam buku The Secret tentang Law of Attraction (Hukum Ketertarikan). “Sesungguhnya setiap lintasan-lintasan fikiran dalam otak kita akan menarik dari alam apa yang kita fikirkan”. Jika kita berfikir sukses maka niscaya alam semesta akan berkonspirasi mewujudkan kesuksesan kita.

Kelima, trauma persepsi merasa orang lain bersekongkol melawan kita.

Keenam, trauma persepsi merasa diri sempurna (perfeksionis). Memang tidak salah berusaha untuk selalu sempurna dalam melakukan segala hal. Namun sangat salah jika merasa segala sesuatu itu harus selalu sempurna. Kita bukan jamaah malaikat ataupun jamaah robot yang segala sesuatu pasti terlaksana dengan sempurna sesuai dengan apa yang diperintahkan dan apa yang diprogramkan. Kita adalah jamaah manusia yang di dalamnya terkumpul segala kelemahan manusia yaitu kebodohan, kecerobohan, lupa dan lain sebagainya. Justru dengan adanya kelemahan tersebut merupakan tantangan bagi kita, apakah dengan segala kelemahan tersebut kita bisa bekerja sama saling menutupi sebagai sebuah tim? Ingat Allah mengganjar bukan dari apa yang kita hasilkan tapi dari proses apa yang kita lakukan. Mengatur manusia sesungguhnya adalah sebuah seni, kapan kita harus keras dan disiplin dan kapan kita harus lembut dan penyayang, dan itu ditentukan bukan dari hitung-hitungan pasti melainkan dari intuisi dan hati.

Ketujuh, trauma persepsi hanya mau mengikuti (tidak kreatif). Belenggu persepsi yang terakhir adalah ketika kita menjadi orang yang hanya mau mengikuti, hanya mau diperintah. Keengganan bergerak akibat kemalasan adalah belenggu yang sangat berbahaya. Setiap orang punya potensi yang beragam dan sama dahsyatnya. Hanya saja kemalasan untuk action dan senang menjadi seorang pengikut (follower) akan menyebabkan potensi kita terpendam sia-sia. Padahal sungguh sangat indah jika setiap manusia itu memanfaatkan potensi dirinya masing-masing dengan optimal. Akan sangat indah ketika satu orang menutupi kelemahan orang lain. Ketika manusia saling melengkapi dan bekerja sama.

Kesemua trauma persepsi ini adalah ganjalan terbesar kita. Dan percayalah bahwa trauma persepsi di atas bisa disembuhkan. Dalam sebuah ayat di dalam al-Quran, Allah dengan indahnya megatakan “Dan bekerjalah, niscaya Allah, Rasul dan orang-orang mukmin di sekelilingmu akan melihatmu“. Petunjuk Allah ini mengajarkan kita agar dalam setiap aktifitas kita benar-benar ikhlas dan menghilangkan trauma-trauma persepsi kita. Karena kita percaya bahwa setiap kerja keras kita akan diganjar oleh Allah. Dan bahwa kita bekerja semata-mata demi mencari ridho Allah. Jadi, apa yang perlu dikhawatirkan tentang trauma-trauma persepsi tersebut. Apa urusan kita dengan sesama manusia? Urusan kita hanya dengan Allah saja. Adapun bagaimana orang lain merespon terhadap apa yang kita kerjakan maka kita tidak perlu ambil pusing. Yang penting Allah ridho saja.

Sebuah kata mutiara yang menjadi penutup tulisan ini “Hardwork will be rewarded. The rest is to believe ini yours

Tentang blogpejuang
a man, who tries to be better, having so much compassion to become someone doing great job helping humanities Love reading novel, travelling and blogging

3 Responses to Menghilangkan Trauma Persepsi

  1. Ikhwan says:

    jadi inget tausiah Ust. Hilmi tsb saat disampaikan dalam acara Musda Jaktim di Asrama Haji Pondok Gede, sekitar tahun 2000-an, smg Allah senantiasa menjaga Ust Hilmi.

  2. sandi says:

    salam kenal
    nice post..ijin share ya di blog saya..
    jangan lupa mampir di flick999.blogspot.com
    kasih saran buat saya yang sedang belajar

Silakan Berkomentar